Minggu, 30 Desember 2018

Antara Salman al-Farisi dan KH.Abdul Karim Lirboyo

CahayaDakwahNU.com~Kota Serang Baru
Ketika krisis keteladanan melanda generasi suatu bangsa, maka menjadi begitu penting membaca dan mengenang kembali para tokoh yang dahulu dikenal memiliki karakter, akhlak, dan kepribadian yang terpuji nan luhur serta patut diteladani generasi sesudahnya. Di antara tokoh dimaksud yang memiliki sejarah hidup mulia dan perlu dikenalkan kepada generasi muda adalah akhlaknya nabi Saw, para sahahat dan para kyai. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyajikan keteladanan dua tokoh mulia yang satu berasal dari sahabat nabi sebagai panutan kaum muslimin yang bersifat universal, dan panutan yang kedua adalah seorang kyai nusantara yang bisa dijadikan teladan yang bersifat lokal, beliau adalah KH.Abdul Karim pendiri pondok pesantren Lirboyo Kediri.

Salman al-Farisi merupakan salah seorang sahabat nabi Saw yang lebih suka menempuh kehidupan dengan cara berzuhud dan meninggalkan kemegahan dunia, padahal ia berasal dari keluarga orang berada dan juga punya kesempatan menjalani hidup sebagai orang kaya ketika diberikan amanah menjadi seorang amir di Madain.

Ketika ditanyakan kepadanya tentang alasan  keengganannya terhadap sebuah jabatan, maka ia menjawab

سئل يوما: ما الذي يبغض الامارة الى نفسك.؟
فأجاب: " حلاوة رضاعها، ومرارة فطامها"..

" Karena ( jabatan) manis ketika memegangnya dan pahit ketika melepasnya".

Kehidupan zuhud dan sederhanya terus berlangsung walau ia telah menjabat sebagai seorang amir ( kepala daerah) di Madain Persia. Ia mengenakan pakaian yang amat sederhana layaknya rakyat biasa. Pada suatu hari ketika sedang berjalan disuatu jalan raya, ia didatangi oleh seseorang yang yang berasal dari Syam yang membawa sepikul barang dagangan berisi buah tin dan kurma. Rupanya orang tsb merasa capek membawa beban yang berat tersebut hingga ia bermaksud meminta tolong pada Salman yang ia jumpai agar membawakan barang dagangannya dengan memberikan imbalan kepadanya. Maka dipanggilnya Salman dan diminta untuk membawakan barang dagangannya karrna ia sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang disuruhnya adalah seorang Amir. Namun itulah Salman seorang yang berjiwa luhur dan rendah hati, ia tidak merasa sebagai orang mulia ketika berhadapan dengan siapapun, sehingga dengan ringannya ia pun bersedia membawakan barang dagangan orang yang baru ia kenal.

Ketika Salman dan sang  pedangan berpapasan dengan sebuah rombongan prajurit Madain yang tidak lain adalah bawahan Salman, maka para prajurit tersebut mengucapkan salam hormat kepada Salman yang merupakan pimpinan mereka dan dengan jelas menyebut Salman dengan sebutan Amir. Dari situ kemudian sang pedagang ini baru menyadari bahwa orang berpenampilan sederhana yang ia mintai pertolongan adalah seorang pemimpin di kota Madain . Sang pedagang pun akhirnya menjadi gemetar dan gugup dan dengan penuh rendah diri akhirnya meminta maaf pada Salman sembari meminta barang dagangan yang dibawa oleh Salman. Namun Salman hanya tersenyum dan tidak menyerahkan barang dagangan tersebut pada pemiliknya, tapi ia antarkan barang dagangan tersebut sampai ke tempat tujuan sang pedagang .

Tentang rujukan dari kisah keteladanan sahabat Salman ini bisa baca kutipan yang saya comot dari kitab Rijalun Haular Rasul karya Syaikh Khalil Muhammad Khalid berikut ini

وفي الأيام التي كان فيها أميرا على المدائن، لم يتغير من حاله شيء. فقد رفض أن يناله من مكافأة الامارة درهم.. وظل يأكل من عمل الخوص.. ولباسه ليس الا عباءة تنافس ثوبه القديم في تواضعها..
وذات يوم وهو سائر على الطريق لقيه رجل قادم من الشام ومعه حمل تين وتمر..
كان الحمل يؤد الشامي ويتعبه، فلم يكد يبصر أمامه رجلا يبدو أنه من عامة الناس وفقرائهم، حتى بدا له أن يضع الحمل على كاهله، حتى اذا أبلغه وجهته أعطاه شيئا نظير حمله..
وأشار للرجل فأقبل عليه، وقال له الشامي: احمل عني هذا.. فحمله ومضيا معا.
واذ هما على الطريق بلغا جماعة من الانس، فسلم عليهم، فأجابوا واقفين: وعلى الأمير السلام..
وعلى الأمير السلام..؟
أي أمير يعنون..؟!!
هكذا سأل الشامي نفسه..
ولقد زادت دهشته حين رأى بعض هؤلاء يسارع صوب سلمان ليحمل عنه قائلين:
عنك أيها الأمير..!!
فعلم الشامي أنه أمير المدائن سلمان الفارسي، فسقط في يده، وهربت كلمات الاعتذار والأسف من بين شفتيه، واقترب ينتزع الحمل. ولكن سلمان هز رأسه رافضا وهو يقول:
" لا، حتى أبلغك منزلك"..!!

Kisah hampir senada juga saya dengar dari Syaikhina wa Murabbi ruhina Al Maghfur lah KH.Abdul Aziz Manshur tentang keteladanan dari kakek beliau yang bernama KH.Abdul Karim . Kisahnya adalah sebagai berikut :

Pada suatu hari (diperkirakan tahun 1920-an) datanglah seorang pemuda yang baru turun dari dokar/delman/kereta kuda di dekat area pondok. Dia membawa perbekalan lumayan banyak dari rumah, sehingga merasa berat untuk dibawanya sendiri. Kemudian pemuda calon santri baru itu melihat ada orang tua yang sedang berkebun. Versi lain mengatakan sedang memperbaiki pagar tembok. Melihat didekatnya ada orang tua, pemuda itu bertanya:

"Pak, seumpama saya minta tolong anda, apa berkenan?" Tanya pemuda itu.

"Iya mau" Jawab orang tua di kebun itu.

"Ini saya membawa kelapa dan beras. Saya mau mondok di barat itu. Tolong anda bawakan," pinta pemuda tersebut.

"Ya mas, saya mau" balas orang tua.

Lalu dengan senang hati orang tua itu membantu membawakan bekal berupa beras dan kelapa milik pemuda tadi sampai di kompleks kamar santri. Para santri lama yang menyaksikan peristiwa itu terheran-heran: kiainya mengangkatkan barang milik calon santri barunya.

Akhirnya betapa malunya pemuda santri baru tersebut setelah mengetahui ternyata orang yang kemarin dia perintah membantu membawakan barang perbekalannya itulah yang menjadi imam shalat di masjid, dan ternyata orang yang mengimami shalat tersebut adalah kiai pengasuh pesantren. Karena kesederhanaan penampilannya, sang pengasuh pesantren disangka orang desa atau petani kampung yang sedang bekerja. Itulah sosok seorang teladan KH. Abdul Karim, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Semoga Allah meridlai dan merahmati  Sayyidina Salman al-Farisi, KH.Abdul Karim dan KH.Abdul Aziz Manshur

Qomari Arisandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar