Minggu, 24 Juni 2018

Bahayanya etnosentrisme perseptif



Salah satu penyakit keagamaan yang berbahaya ditengah masyarakat adalah merasa dirinya atau golongannya paling baik , benar, lurus, paling islami, paling memperjuangkan syariat Islam dsb serta menganggap di luar mereka adalah buruk, menyimpang, munafik hingga tuduhan anti syariat dan anti Islam. Itulah suatu sikap yg dalam bahasa budaya disebut etnosentrisme ini merupakan sumber kekacauan yang menyebabkan pertikaian dan perpecahan umat manusia dari waktu ke waktu.

Perbedaan cara pandang dalam dunia Islam sebetulnya hal yang lumrah dan merupakan sebuah keniscayaan yang sulit dihindari dan justru membawa mashlahat jika disikapi secara arif dan bijaksana, akan tetapi jika salah dalam menyikapinya maka yang timbul adalah malapetaka. Dan hal itu banyak kita temui dalam studi fiqih, dimana pergulatan persepsi tentang suatu hukum kadang membawa pada pergulatan fisik yg mengerikan. Berbeda cara pandang, ternyata menjadi sebuah fenomena yang kompleks, bahkan mampu membawa pada perpecahan. Hal itu sudah dibuktikan oleh sejarah dalam berbagai masa. Salah contoh misalnya bahwa Imam Ibnu Jarir At Thobari perna di tuduh Syiah oleh orang - orang Hanabilah , bahkan sampai di isolasi di dalam rumahnya serta rumahnya di lempari batu oleh hanabilah (pengikut Imam Hambali ), hingga akhirnya Imam At Thobari wafat di dalam rumah tersebut.

Begitu juga kasus yang menimpa Imamuna Syafii Rohimahulloh ketika berdebat dengan Asyhab bin Abdul Aziz Dawud salah seorang ulama malikiyyah, dimana ketika Imam Syafii mampu mengalahkan Asyhab dalam perdebatan Ilmiyyah tersebut, ternyata malah membuat Asyhab marah dan akhirnya memukul jidat Imam Syafii dengan alat takara, atau ada yang menyebut anak kunci. Dan menurut sebuah riwayat pemukulan tersebut yang akhirnya menyebabkan beliau sakit dan dalam beberapa hari kemudian wafat, di samping memang Asyhab juga mendoakan kematian untuk Imam Syafii dengan doa :
اللهم امت الشا فعي والا ذهب علم مالك
Ya Alloh cabutlah nyawa Imam Syafii, karena bila tidak ilmu Imam Malik akan hilang .

Menyikapi fenomea seperti itu, dimana Masyarakat dibuat terombang ambing oleh pergulatan persepsi yang kian carut marut. Dimana kadang perbedaan menjadi legitimasi untuk menjatuhkan orang lain dengan berbagi sebutan semisali sesat, munafik, anti syariat, anti Islam hingga pengkafiran. Pelabelan itu kalau dikaji secara mendalam, sebenarnya akan berdampak sangat negatif, dan bisa menjadi sebuah dinding pemisah atau batu sandungan dalam berukhuwah Islamiyah yg dulu telah lama diperjuangan Nabi Muhammad Saw hingga berdarah-darah.

Seharusnya adanya perbedaan pendapat di antara para Ulama itu menjadi sebuah pelajaran berharga, Jika manusia memanglah berbeda. Sehingga ketika muncul perbedaan, ibarat deburan ombak, ia tidak akan menjadi air pasang yang memporak-porandakan daratan, melainkan akan berkelindan mesra dengan angin yang menghasilkan tarian air laut yang memukau .

Jadi, etnosentrisme perseptif (suatu sikap yang merasa persepsinya paling benar) harus segera di hapus dari lubuk hati, karena jika ia terus dipelihara, akan menimbulkan friksi yang mengerikan, dimana sudah tiada dikenali lagi mana kawan dan mana lawan, mana saudara dan mana musuh. Maka marilah kita merenungkan firman Alloh Swt yang berbunyi
ولو شاء الله لجعلكم امة واحدة ولكن ليبلوكم في ما أتاكم فاستبقوا الخيرات
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. ( QS.Al Maidah:48) .

Semoga adanya perbedaan pandangan membuat kita makin dewasa dan bijaksana serta menambah khazanah keilmuan kita, bukan malah membuat kita semakin picik dan kerdil dalam memandang suatu hal dan bersikap.
اذا زاد نظر الرجل واتسع فكره قل انكاره علي الناس
Ketika bertambah ilmu seseorang dan luas sudut pandangnya, maka akan jarang menyalahkan orang lain.
Aswajanu.com/Qomari Arisandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar